February 3, 2018

Sebenarnya, Untuk apa?

Setiap orang pasti memiliki tujuan dalam hidupnya, mulai hal-hal kecil sampai hal yang besar. Ada yang mengabdikan dirinya untuk negri sebagai guru di pelosok daerah terpencil, ada yang memutuskan untuk tinggal dan mengurus pesantren, ada yang memutuskan keluar dari pesantren dan mengejar citanya diluar, ada yang bercita cita sebagai dokter, jadi penulis, penyiar radio, insinyur dan lainnya.

Ada begitu banyak duka yang bisa saja hadir dalam hidup kita, ada begitu banyak hambatan yang didatangkan untuk menguji seberapa kuat kita. Dan hal semacam itu telah berperan banyak dalam hidupku. Yang memberiku banyak pelajaran.

Kalo jalan mencapai tujuan lurus-lurus aja, ga akan seru. enakan juga gini, belok-belok. Setiap belokannya memberi kita pelajaran :)

Satu semester yang kujalani di masa kuliah ini memberiku banyak pelajaran, dari mulai pelajaran yang diajarkan dosen sampai pelajaran hidup yang disampaikan semesta untukku. Sejak masih menjalani pendidikan menengah atas aku sudah merencanakan sebuah target besar ketika kuliah nanti. Ya, aku ingin mendapat beasiswa full di kampus (beasiswa hafidz Qur'an)

Ketika menjalani masa penerimaan mahasiswa baru, sebenarnya aku sudah harap-harap cemas karena melihat banyaknya pendaftar melalui jalur ini, jalur Qur'an. Namun, aku yakin saja Allah bakal kasih jalan yang terbaik nantinya. Tapi ternyata, ekspektsiku berbeda dengan kenyataan yang ada. Aku diterima menjadi mahasiswa baru, tanpa beasiswa. Sedih? Pasti dong. Tapi beginilah hidup, ada banyak hal yang tidak kita harapkan sengaja terjadi. Tapi aku tenang-tenang saja. Toh, aku punya Allah yang bisa kugantungi kok.

Padahal harapanku ketika aku bisa mendapat beasiswa full di kampus, setidaknya aku bisa meringankan beban orang tua untuk bayar kuliah, bisa dapat kawan-kawan keren, bisa juga dapat doi kawan yang nyambung untuk diajak diskusi, bisa lebih fokus untuk hal-hal lain, bisa lebih berprestasi, bisa menggapai mimpi lebih mudah karena channel nya gampang kalo untuk anak beasiswa. Ahh tapi ini hanya harapan dan Allah menunjukkan, itu bukan jalan terbaik yang harus kulalui.

Bulan berganti bulan, menjelang akhir semester satu, di pertengahan bulan Desember 2017 lalu. Universitas membuka kembali beasiswa hafidz gelombang 3. Segala perlengkapan berkas sudah kususun dan hafalan juga sudah aku siapkan.

Oke, seleksi pertama, seleksi berkas aku lolos. Aku sangat berharap seleksi kedua nanti aku lolos juga, aku mengikuti beasiswa ini murni keinginanku sendiri, tanpa paksaan orang tua. Aku hanya meminta doa dan pasti orang tua mengharapkan kalo aku lolos beasiswa.

Tapi, untuk yang kedua kalinya.
Ekspektasiku berbeda dengan kenyataan yang ada. Aku gagal untuk yang kedua kalinya. Sedih? Pasti lah. Semangatku mulai mengendur. Aku merasa telah mengecewakan orang-orang terdekatku, terutama orang tua. Ah sudahlah. Mau bagaimana lagi, ternyata Allah menunjukkan, itu bukan jalan terbaik yang harus kulalui.

Dengan tidak diterimanya beasiswa, aku jadi mendapat banyak hikmah yang mungkin ga bakal kudapatkan jika aku diterima beasiswa. Yang pertama, betapa aku masih sangat jauh dari kata ikhlas. Seperti yang disampaikan salah satu hijaber terkemuka di Indonesia, ketika kita berdoa, harusnya kita menggabungkan antara harapan dan keikhlasan. Betapa seringnya kita meminta pada Allah, lalu menggantungkan harapan kita kepadaNya, tapi ketika pinta kita belum diwujudkan kita masih ngeyel. Masih menganggap hal yang kita harapkan itu baik bagi kita. Kita jadi lupa firmanNya 'asaa an tuhibbu syaian wa huwa syarrun lakum. Boleh jadi, kalian mencintai sesuatu, padahal hal itu buruk bagi kalian.

Yang kedua, pasti Allah memberikan beasiswa ini kepada orang yang lebih membutuhkan daripada aku. Dan pastinya, orang tuaku akan dicukupkan rezekinya oleh Allah untuk bisa membiayai aku kuliah disini. Satu hal yang aku yakini adalah bahwa Allah ga salah kok ngasih rezeki. Semua adil!

Yang aku takutkan, adalah melencengnya niatku. Sebenarnya, untuk apa aku hafal Qur'an? Untuk meraih Ridho Allah atau untuk mengejar beasiswa? Astaghfirullah, aku merasa bersalah. Tapi dengan tidak diterima beasiswa, semoga Allah masih menjaga niatku hanya untukNya.
Bisa jadi, ketika misal diterima beasiswa, aku jadi sombong, terbang, tidak rendah hati, melupakan karunia yang teramat besar, menjadi tidak bersyukur. Ahh betapa baiknya Allah masih menjagaku tidak melakukan keburukan itu.

Ga dapet beasiswa pun aku punya kawan-kawan keren, mereka yang berprestasi, yang asik diajak diskusi, yang punya wawasan luas tentang dunia, yang selalu support, kawan sejatikuh aahh pokoknya aku cinta kalian :*

Aku jadi mengerti bahwa, tidak semua apa yang kita inginkan itu menjadi kenyataan, Allah menguji dengan kegagalan-kegagalan. Allah menginginkan kita untuk tidak berhenti berdoa, dan ketika doa tidak kunjung dikabulkan, coba periksa hati kita, sudahkah ikhlas? sudahkah bersih dari tujuan tujuan yang melenceng?
Dan yang terakhir, yakinlah bahwa ketika doa tak kunjung dikabulkan sesuai dengan yang kita inginkan, Allah pasti akan mengabulkan yang terbaik menurutNya, Allah akan memberi jalan-jalan lain yang terbaik untuk hidup kita, Allah membuka pilihan-pilihan lain yang sesuai dengan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.


Rumah, 2 Februari 2018

4 komentar:

  1. Ya, aku ingin mendapat beasiswa full di kampus (beasiswa hafidz Qur'an) --> semoga kesampain yah. Aminn..

    ReplyDelete
  2. Aku bersyukur bisa "nyasar" ke postingan ini. Terima kasih sudah mengingatkan untuk selalu berprasangka baik dengan rencana Allah, ya.
    Semangat terus :)

    ReplyDelete

 
Copyright © . Daffa's Journal - Posts · Comments
Daffa Najati -Mahasiswi Ilmu Komunikasi ·