March 26, 2019

Menasehati Itu Ada Caranya


Kehidupan ini, makin tua makin pelik. Masalah yang hadir juga gak main-main. Rumitnya minta ampun. Mungkin beberapa orang bisa menghadapi dan menyelesaikan masalah itu dengan mudah. Tapi, di luar sana  ada sangat banyak orang yang tidak tau bagaimana cara keluar dari masalah, bahkan saking tidak tau apa yang harus dilakukan, yang ada dipikiran mereka adalah merasa tidak ada yang membantunya, merasa tidak memiliki tempat untuk bercerita, merasa sudah tidak ada lagi yang peduli dengannya, lalu mereka memilih jalan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri atau lari ke hal-hal terlarang. Miris. Dan jujur gue sangat sakit hati mendengar itu.

Gue bukanlah orang yang sok sokan bisa ngebuat orang lain keluar dari masalah. Dan gue memang gak akan pernah bisa berbuat itu. Yang bisa menyelesaikan masalahnya ya diri mereka sendiri. Gue cuma bisa membuat orang merasa bahwa dirinya itu berharga dan masih dibutuhkan banyak orang. Salah satu caranya adalah dengan mendengarkan semua keluh kesahnya, mendengarkan semua ceritanya. Sekecil apapun itu. Karena, dengan mendengarkan dan menanyakan apa yang dia rasakan, itu sudah cukup membuat dia merasa lega dengan perasannya.

Mendengarkan orang bercerita itu sesuatu yang susah, lebih susah daripada berbicara. Bagaimana tidak. Mendengarkan berarti mengerahkan pikiran, hati, mata untuk seksama menyimak apa yang dia ceritakan dan juga menahan mulut agar tidak berbicara hal-hal yang sekiranya membuat dia semakin down. Cukup diam, dan dengarkan. Itu yang dibutuhkan orang-orang ketika sedang menghadapi masalah.

Lalu bagaimana dengan menasehati? Bukankah orang yang memiliki masalah itu harus dinasehati? Bukankah orang yang berkelakuan buruk juga harus dinasehati? Agar dia mau kembali ke jalan yang benar?

Tunggu dulu gaes
Mereka belum sampai tahap itu, mereka mungkin juga belum siap untuk mendengar. Mereka masih butuh untuk didengar.

Pahami dulu kondisi dia seperti apa, apa yang sudah dialami, apa yang dirasakan saat ini, bagaimana kondisi psikisnya. Mengapa dia bisa berkelakuan seperi itu. Kita perlu tau itu sebelum menasehati.

Menasehati itu ada tempatnya, ada waktunya. Bukan asal-asalan, apalagi dengan cara menyindirnya lewat sosial media tanpa tau bagaimana yang dia rasakan saat itu. Itu sudah sampai pada tahap menyakiti. Sangat tidak pantas.

Cobalah untuk mendekatinya, menanyakan hal-hal kecil yang menyenangkan, bukan menasehati dengan mengingat keburukannya. Tapi coba ajak pada hal-hal yang bisa membuat sedikit demi sedikit ia bisa keluar dari masalah atau keburukan itu. Jangan pernah berhenti untuk terus support dia, semaksimal yang kita bisa.

Gue nulis begini juga buat reminder gue juga, biar gue sedikit demi sedikit bisa belajar memahami kondisi orang lain. Biar gue sedikit demi sedikit ada gunanya buat orang lain. Dulu, gue kira. Orang-orang depresi atau bermasalah itu yaudah gitu. Apaan sih, segitunya banget dah. 
Parah ya.
Sekarang gue baru sadar bahwa depresi itu ga sesederhana itu. Mentalnya udah beda dengan orang yang 'normal' hidupnya. Mereka rumit sekali. Amat sangat rumit. Lebih rumit dari apa yang kita pikirkan.

Makanya, pesan gue. Peka deh terhadap orang-orang sekitar, apalagi orang terdekat kita. Bisajadi mereka sangat membutuhkan uluran tangan kita. Bisajadi mereka sangat butuh sandaran untuk bercerita. Tapi mereka malu. Jadinya ga berani. Makanya, kudu kita kita nih. Khususnya orang-orang yang 'sudah selesai dengan dirinya' membantu mereka, dengan sepenuh hati. Dengan seikhlas-ikhlasnya diri. Gue percaya deh, yang baca ini semua orang orang baik. Maka, jangan pernah berhenti berbuat baik!

Trimakasih buat kalian yang udah mau baca curhatan gue malem ini, semoga sama sama tersadarkan!



Masjid Ulil Albab UII
26 Maret 2019

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © . Daffa's Journal - Posts · Comments
Daffa Najati -Mahasiswi Ilmu Komunikasi ·