October 25, 2018

Kenapa Menjadi Relawan? (1)

Volunteer
Itulah sebutan kerennya

Banyak yang menginginkan dan tergerak hatinya untuk menjadi relawan, tanpa pamrih, tanpa harap balasan lebih, dan hanya berharap banyak bahwa dengan kehadiran dirinya, ia bisa bermanfaat dan berkontribusi banyak. Itulah relawan, yang rela tidak tidur, rela meninggalkan rumah, rela keluar dari zona nyaman, rela menghabiskan waktunya untuk keadaan sekelilingnya yang memerlukan bantuan banyak. Semua itu rela. Ikhlas. Tak ada paksaan.

***
Selama gue kuliah di Jogja, ada beberapa pengalaman menarik yang harus gue ceritakan kepada kalian, biar kalian tau, betapa pentingnya berkehidupan sosial. 

Bakal panjang bet dah keknya kalo dituliskan di satu postingan, makanya gue bikin part-part aja ye biar kalian ga bosen dan capek bacanya.

Awal-awal jadi mahasiswa baru, rasanya hambar, gue gada apa-apanya, cuma butiran rinso. dikucek ilang, gue merasa butuh sesuatu yang baru yang bikin gue bahagia dan bisa bermanfaat buat orang lain. 
Lalu, bulan berganti matahari *ya gak lah* bulan berganti bulan, gue bertemu dan ngobrol dengan salah seorang teman gue, teman sekelas. Kalo kalian anak kelas gue, pasti kalian tau itu siapa. Gue tanya-tanya tentang Sekolah Gunung Merapi itu gimana dan seperti apa. Karena kebetulan dia udah lama jadi relawan disana. Entah kenapa, di hati terdalam gue muncul hasrat buat nengok langsung kesana. Akhirnya, gue kesana. Wilayahnya ada di Kawasan Rawan Bencana 3, kawasan yang sebenernya bahaya buat dihuni warga. Kalo gak salah jarak dari puncak merapi cuma 7 atau 8 kilometer. Dinginnya ga nahan, kalo kesana harus bawa yang anget-anget. Kayak kasih sayang doi misalnya :') *canda! gosah baper*

Gue disana bertemu dengan bule dan mas yang berambut gondrong. Mereka adalah sepasang suami istri penemu dan pendiri sekolah gunung merapi. Yang biasa dipanggil Miss Yasmin & Mas Fajar. Mereka luar biasa, mereka relawan yang sebenar-benarnya relawan. Kenapa? Kepedulian mereka begitu mengagumkan. Miss Yasmin & Mas Fajar adalah orang-orang berpendidikan tinggi. Miss Yasmin S1 & Mas Fajar S2. Dan mereka dengan sukarela mengurusi anak-anak merapi dengan melakukan trauma healing pasca letusan merapi, memberikan edukasi & kreatifitas, agar anak anak merapi selalu punya kemauan untuk belajar. 

Ga cuma itu, mereka pun membuka perpustakaan agar orangtua maupun anak-anak memiliki minat baca yang tinggi. Mereka juga membuka peluang bagi supir jeep untuk belajar bahasa inggris juga memberikan mitigasi bencana untuk warga lereng merapi. Mereka pun mempersilahkan siapa saja yang ingin belajar disana. Kalo kata Mas Fajar ketika gue main kesana beberapa waktu lalu "Orang yang datang kesini pasti banyak dan berbeda motivasinya, siapapun boleh main, boleh belajar, kami selalu membuka pintu seluas-luasnya untuk siapapun yang mau kesini" 

Walaupun tampilannya rambut gondrong gitu, jangan salaaaah. Baik banget orangnya!

Gue entah udah berapa kali berkunjung kesana cuma sekedar main, baca buku, diajak temen, ngajar anak-anak ataupun cuma menikmati merapi di sore hari dengan jarak dekat, trus pernah juga ikutan simulasi evakuasi mandiri. Ini paling seru sih. Gue seneng banget pernah jadi bagian kegiatan ini. 

Ini maksudnya gimana sih simulasi evakuasi mandiri?

Jadi nih, termasuk pengetahuan mitigasi bencana. Gampangnya, buat jaga-jaga kalau ada bencana dan sewaktu-waktu merapi meletus. Warga yang berada di wilayah zona bahaya udah siap apa yang bakal dilakuin, gak panik, dan tau kemana dia harus pergi menyelamatkan diri. Ini dilakukan mirip-mirip kayak merapi meletus beneran. Namanya juga simulasi.

Gue seneng, karena gue dipertemukan orang-orang hebat yang meluangkan waktunya cuma buat kegiatan ini. Gak cuma satu dua orang, tapi banyak. Gue jadi ngerasa gampang kalau ada apa apa sekarang, relasi gue lumayan laaah, kalo minta bantuan juga mudah haha. Kenalan gue pun tambah banyak.

Simulasi ini dilakukan November tahun lalu, masa masa gue UTS kayak sekarang ini. Gue ama temen sekelas gue tadi bodo amat masih UTS, yang penting galupa ama kewajiban belajar. Kegiatan ini dimulai Minggu pagi. Jadi, kami yang menjadi relawan simulasi ini datang malamnya. Hujan hujan woy, dingin bat sumpah. Yang bikin terkesan adalah, semalaman kami ramai-ramai menginap di sekolah gunung merapi. Tapi ga tidur sama sekali, kita puas-puasin main WW, UNO, puas-puasin api unggun, puas puasin main pees. Gue, karena terhitung paling muda disana, gue jadi yang sering dibully pas main :')

Paginya, setelah makan popmie dan sikat gigi cuci muka (disana mah ga perlu mandi yekan)
Kami briefing. Kegiatan ini benar-benar menyerupai ketika merapi meletus, banyak pihak terkait yang diikuttsertakan disini, seperti pak dukuh, ada perwakilan dari BPPTKG, ada ambulance, ada SAR DIY, ada truk yang buat ngangkut warga, ada banyak jeep untuk kendaraan evakuasi juga, pokoknya rame dah.
 
Kami dibagi di beberapa pos, tugas kami adalah mengamati, mengobservasi, mendokumentasi dan menganalisis. Para warga juga sudah siap untuk mengikuti simulasi ini. 

Gue bareng 2 rekan gue kebetulan jaga di pos bawah, dekat barak pengungsian. Jadi, proses evakuasi mandiri ini dimulai dari dusun paling atas, sampai dibawa ke barak pengungsian. Diatas, ibaratnya terjadi letusan freatik merapi, ada suara sirine yang berbunyi. Lalu semua warga diangkut oleh kendaraan yang udah disediakan. Rame, paniknya beneran wkwk.
Kegiatan ini cukup berhasil sih. Sampai barak pengungsian pun warga dikumpulkan trus makan bareng, dan diberi pengetahuan mitigasi bencana.

Kalo kata mas Fajar kemarin setelah letusan freatik betulan yang terjadi 11 mei kemarin dan seterusnya "Untungnya, warga sini udah diberi simulasi. Jadi kalo ada letusan freatik kayak gini mereka udah siap, mereka tau apa yang harus dilakuin. Coba kalo penduduk sini gada yang peduli masalah begini. Bisa kacau evakuasinya"


Kegiatan ini berlangsung sampe siang, trus kita para relawan balik ke Sekolah Gunung Merapi buat evaluasi. Sampe agak sorean, gue dan temen gue memutuskan buat tidur bentar sebelum balik. Badan bener-bener lemes wkwk. Tapi gue heran ama temen-temen yang lain, kek gada capeknya gitu. Ditengah gue tidur, mereka brisik banget main WW. Astagaaa 

Ini kitaaaa :)

Yaudah, sekian cerita absurd gue mengenai relawan part ini.
Besok besok insyaAllah dilanjut cerita relawan yang lain. Intinya, jadi relawan itu asyik, walaupun capek tapi pengalamannya berharga banget buat berkehidupan sosial. Asli dah. Gue seneng!


-Belum ngerjain takehome buat UTS besok hehe:)
Yogyakarta, 25 Oktober 2018




0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © . Daffa's Journal - Posts · Comments
Daffa Najati -Mahasiswi Ilmu Komunikasi ·